ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT OLEH UKM
(Studi Kasus pada Anggota UKM Center Kabupaten Semarang)
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Kredit
Menurut Kasmir (2014: 81), Kata kredit berasal dari bahasa Yunani credere
yang berarti kepercayaan, maka seseorang yang memperoleh kredit berarti
mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan pihak yang memberikan kredit artinya
memberikan kepercayaan kepada yang menerima kredit bahwa uang dipinjamkan akan
kembali sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan Undang-undang
Perbankan Nomor 10 tahun 1998, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menurut Muljono (2001: 9), Kredit sering diartikan memperoleh
barang dengan membayar cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh
pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau
angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh debitur dan
kreditur.
Berdasarkan
beberapa pengertian tentang kredit tersebut, dapat disimpulkan bahwa pihak yang
menggunakan jasa kredit akan dikenakan beban bunga sebagai harga atas uang yang
mereka terima dan gunakan. Jadi kredit merupakan bentuk kegiatan yang
bermotif saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Manfaat tersebut bagi
kreditur yaitu keuntungan yang diterima dari penagihan bunga kepada
debitur, sedangkan debitur akan mendapat keuntungan dari manfaat
modal yang diperoleh dari kreditur.
Kredit tidak hanya kegiatan yang saling menguntungkan, tetapi
kredit juga mempunyai konsekuensi penanggungan risiko bagi debitur maupun
kreditur. Risiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur adalah risiko apabila
jasa kredit yang diberikan mempunyai masalah dalam pengembaliannya. Sedangkan
risiko bagi debitur adalah jika mereka tidak mampu membayar pelunasan kredit
yang mereka terima sesuai dengan perjanjian jatuh tempo maka debitur akan
dituntut dan akan kehilangan agunan yang menjadi jaminan dalam pemberian
kredit.
Berdasarkan uraian diatas, Muljono (2001: 10) menyimpulkan bahwa
kredit memiliki beberapa unsur penting yang melekat didalamnya, yaitu:
1) Kepercayaan
Suatu
keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan baik berupa
uang, barang, atau jasa akan diterima kembali pada masa yang akan datang.
2) Kesepakatan
Suatu
perjanjian yang berisi hak dan kewajiban, yang ditandatangani kedua pihak, yang
biasanya dituangkan dalam akad kredit.
3) Waktu
Setiap
pemberian kredit pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
4) Degree of Risk
Tingkat
risiko yang dihadapi akibat jangka waktu yang ditimbulkan antara pemberian
kredit dan pengembalian kredit beserta bunganya yang akan diterima di masa yang
akan datang. Semakin lama jangka waktu tersebut maka tingkat risikonya semakin
tinggi. Risiko tersebut menjadi tanggungan lembaga pembiayaan, baik risiko yang
disengaja maupun tidak disengaja. Maka adanya risiko inilah yang menyebabkan
perlunya jaminan pemberian kredit.
5) Balas Jasa
Merupakan
suatu balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi, dan komisi serta biaya
administrasi kredit yang merupakan keuntungan utama lembaga pembiayaan.
2.2.
Tujuan dan
Fungsi Kredit
Pemberian
Kredit oleh lembaga pembiayaan khususnya bank memiliki beberapa tujuan dan
fungsi. Pemberian kredit tidak hanya menguntungkan pihak debitur dan kreditur
saja, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian negara. Tujuan
pemberian kredit menurut Firdaus dan Ariyanti (2004: 5) antara lain adalah :
1)
Turut mensukseskan
program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.
2)
Meningkatkan
aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjamin kebutuhan
masyarakat.
3)
Memperoleh laba
agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.
Menurut
Untung (2005: 4) pemberian kredit mempunyai fungsi dalam perekonomian,
perdagangan, dan keuangan. Fungsi kredit tersebut antara lain adalah:
1)
Meningkatkan
daya guna (utility) uang.
2)
Meningkatkan
daya guna (utility) barang.
3)
Meningkatkan
peredaran dan lalulintas uang.
4)
Sebagai alat
stabilisasi ekonomi.
5)
Menumbuhkan
gairah usaha masyarakat.
6)
Meningkatkan
pendapatan nasional.
7)
Sebagai alat
hubungan ekonomi internasional.
2.3.
Jenis-jenis kredit
Menurut Muljono
(2001: 26) kredit berdasarkan penggunaan dana dapat dibedakan menjadi dua
jenis.
1)
Kredit
Investasi
Kredit
Investasi merupakan kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan
usaha atau membangun proyek/pabrik baru. Pengadaan pabrik baru tersebut
merupakan barang modal jangka panjang untuk kegiatan usaha nasabah. Biasanya
kredit ini digunakan untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
2)
Kredit Modal
Kerja (KMK)
KMK merupakan
kredit yang digunakan untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Misalnya kebutuhan pembiayaan penambahan modal kerja. Kredit ini biasanya
diambil untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.
Menurut
Muljono (2001: 28), kredit dikelompokkan berdasarkan tujuan pemakaian suatu
kredit dibagi menjadi :
1) Kredit Produktif
Kredit
produktif merupakan kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi
atau investasi, untuk menghasilkan suatu barang atau jasa.
2) Kredit Konsumtif
Kredit
konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara
pribadi. Dalam kredit ini, tidak ada pertambahan barang atau jasa yang
dihasilkan.
3)
Kredit
Perdagangan
Kredit
perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan.
Biasanya untuk membeli barang dagangan yang pengembalian kreditnya diharapkan
dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
Selain
dikelompokkan berdasarkan penggunaan dan tujuannya, kredit juga dapat dilihat
berdasarkan jangka waktunya. Kredit dilihat dari jangka waktunya artinya adalah
kredit dibagi berdasarkan lamanya jarak antara awal pemberian kredit sampai
dengan masa pelunasan. Menurut Firdaus dan Ariyanti (2004: 14) kredit
berdasarkan jangka waktu tersebut dibagi menjadi :
1)
Kredit Jangka
Pendek
Kredit dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan biasanya
digunakan untuk modal kerja.
2)
Kredit Jangka
Menengah
Kredit dengan jangka waktu berkisar antara satu tahun sampai dengan
3 tahun.
3)
Kredit Jangka
Panjang
Merupakan kredit yang jangka waktu pengembaliannya paling lama,
yaitu lebih dari tiga tahun, atau antara tiga sampai lima tahun. Biasanya
kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang.
2.4.
Risiko Kredit
Menurut Pandia
dalam Marantika (2013: 22), risiko merupakan ancaman atau kejadian yang
menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Risiko
kredit (credit risk) merupakan suatu risiko yang mungkin dapat terjadi
sebagai akibat dari pihak peminjam yang tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi
kewajiban untuk membayar kembali dan yang dipinjamkannya secara penuh pada saat
jatuh tempo atau sesudahnya.
Credit risk menurut Muljono (2001: 31), adalah risiko yang dihadapi lembaga
pembiayaan karena menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat.
Munculnya risiko tersebut disebabkan adanya ketidakpastian tentang pembayaran
kembali pinjaman oleh debitur. Ketidakpastian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain adalah :
1)
Faktor manusia
(human uncertainties)
Yang
termasuk dalam faktor manusia ini misalnya adalah adanya rasa malas, tidak
jujur, sakit, dan lain sebagainya.
2)
Faktor ekonomis
(economic uncertainties)
Yang
dimaksud faktor ekonomis misalnya karena adanya perubahan harga, penurunan
permintaan, menurunnya daya beli perubahan tingkat bunga, dan lain sebagainya.
3)
Faktor alam (act
of good)
Yang
termasuk dalam faktor alam misalnya adalah banjir, tanah longsor, gempa bumi,
kemarau panjang, dan lain sebagainya.
Permasalahan
kelancaran dalam pengembalian kredit dapat digunakan oleh lembaga pembiayaan
sebagai bahan dalam analisis kredit yang akan diberikan kepada calon debitur.
Misalnya dapat dilihat berdasarkan karakteristik debitur, karakteristik usaha
antara debitur lancar dan yang memiliki masalah dalam pengembalian.
2.5.
Analisis Kredit
Dalam pemberian
kredit dan penentuan nilai kredit kepada nasabah, pihak lembaga pembiayaan
harus berhati-hati, teliti dan cermat dalam pengambilan keputusannya. Namun
tidak secara keseluruhan mampu menghilangkan ketidakpastian yang ada dalam
pemberian kredit. Tetapi setidaknya kecermatan dan ketelitian tersebut diharapkan
mampu memperkecil risiko kredit.
Lembaga
pembiayaan dalam upaya memperkecil risiko tersebut, dapat menggunakan analisis
kredit. Analisis kredit merupakan suatu penilaian yang bertujuan untuk
menganalisis atau menilai suatu permohonan kredit yang diajukan oleh calon
debitur, sehingga dapat memberikan keyakinan bagi pihak lembaga pembiayaan
bahwa proyek atau usaha yang akan dibiayai nantinya memang layak untuk
dibiayai.
Analisis kredit
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan nasabah dalam
memenuhi kewajiban (angsuran pokok dan bunga pinjaman) sesuai perjanjian yang
telah disepakati. Menurut Firdaus dan Ariyanti (2004: 83), analisis kredit
dilakukan dengan metode penilaian “6C”. Prinsip pemberian kredit dengan metode
penilaian “6C” adalah sebagai berikut:
1) Character
Dalam
analisis mengenai watak atau karakter berkaitan dengan integritas dari calon
debitur. Integritas sangat menentukan kemauan nasabah untuk membayar kembali
kredit yang telah dinikmatinya. Karakter dapat dilihat dari latar belakang
nasabah yang meliputi latar belakang pekerjaan, gaya hidup, keadaan keluarga,
dan hobi.
2) Capital
Penilaian
terhadap permodalan berkaitan dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah
untuk membiayai proyek atau usaha yang akan dijalankan. Biasanya lembaga
pembiayaan tidak akan membiayai suatu usaha 100%, artinya usaha calon debitur
yang akan dibiayai harus memiliki modal dari sumber lain.
3) Capacity
Penilaian
ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajiban
yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad kredit. Penilaian
kemampuan berkaitan dengan kemampuan debitur dalam mengelola bisnis serta
kemampuan mencari laba. Semakin besar sumber pendapatan seseorang maka semakin
besar kemampuannya untuk memenuhi kewajiban kredit.
4) Conditions of Economy
Dalam
penilaian ini, pihak kreditur melihat dan mempertimbangkan situasi ekonomi yang
terjadi pada suatu daerah atau Negara saat ini dan di masa yang akan datang.
Kondisi ini juga menilai kinerja di masa mendatang dari sektor yang dibiayai.
Situasi dan kondisi ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemanfaatan
dan pengembalian kredit oleh debitur.
5) Collateral
Dalam
menilai collateral atau agunan, nilai agunan hendaknya harus melebihi
jumlah kredit, agunan juga harus diteliti keabsahannya. Agunan memiliki fungsi
sebagai pelindung lembaga pembiayaan dari risiko kerugian.
6) Constraints
Constraints
merupakan faktor hambatan atau rintangan yang mungkin muncul
sehingga menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan. Hambatan atau
rintangan tersebut dapat berupa faktor sosial psikologi yang ada pada suatu
daerah atau wilayah tertentu.
Selain
metode penilaian “6C”, penilaian kredit menurut Firdaus dan Ariyanti (2004: 85)
juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode penilaian “6A”, yaitu:
1)
Aspek Hukum
Bertujuan
untuk menilai legalitas dan keaslian dokumen dan surat-surat dari calon
debitur.
2)
Aspek Pasar dan
Pemasaran
Analisis
pada aspek ini bertujuan untuk menilai kemungkinan pangsa pasar sekarang dan di
masa akan datang dari produk atau jasa yang akan dibiayai kredit. Serta
mencermati strategi yang digunakan oleh debitur untuk memasarkan produk hasil
dari usaha yang dibiayai.
3)
Aspek Teknis
Bertujuan
untuk menilai tata letak ruangan, lokasi usaha, dan kapasitas produksi suatu usaha
yang tercermin dari sarana dan prasarana yang dimilikinya.
4)
Aspek Manajemen
Aspek
yang bertujuan untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
5)
Aspek Keuangan
Aspek
ini bertujuan untuk menilai dan mengukur kemampuan calon debitur dalam
membiayai dan mengelola keuangan dalam usahanya. Penilaian aspek ini dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan.
6)
Aspek Sosial
Ekonomi
Merupakan
aspek yang betujuan untuk menilai dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat
yang mungkin dapat muncul sebagai akibat adanya suatu usaha. Aspek ini menilai
apakah lebih banyak benefit atau lebih banyak cost-nya. Salah
satu dampak yang mungkin dapat terjadi adalah perluasan lapangan kerja dan
pendapatan pajak.
2.6.
Usaha Kecil dan
Menengah (UKM)
UKM
merupakan pelaku ekonomi terbesar di Indonesia dan UKM ini dianggap sebagai
pengentas kemiskinan yang efektif karena mampu menciptakan peluang kerja bagi
tenaga kerja dalam negeri sehingga mampu menangani masalah pengangguran.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
“UKM
adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan/ badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-Undang ini. Usaha Menegah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Batasan
usaha menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UKM, di definisikan sebagai berikut:
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagai mana yang
diatur dalam UU. Yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp 300 juta.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau badan usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar. Yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta
sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta
sampai dengan maksimal Rp 2,5 miliar.
3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih > Rp. 500 juta sampai s.d. Rp. 10 miliar tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan > Rp.
2,5 miliar s.d. Rp. 150 miliar.
Kriteria jumlah karyawan berdasarkan jumlah tenaga kerja atau
jumlah karyawan merupakan suatu tolok ukur yang digunakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) untuk menilai usaha kecil atau besar. Kriteria tersebut dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.1
Tabel Kriteria Jumlah Karyawan
|
Usaha
Mikro
|
Usaha
Kecil
|
Usaha
Menengah
|
Usaha
Besar
|
Jumlah
Tenaga Kerja
|
< 4 orang
|
5-19 orang
|
20-99 orang
|
≥ 100 orang
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik 2014
2.7.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit
Menurut
Pradita (2013: 6), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit
yaitu:
1)
Lama Sekolah
Lama sekolah merupakan
faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kelancaran angsuran kredit karena
faktor ini mampu mempengaruhi karakteristik debitur (character). Tingkat
pendidikan atau lama sekolah akan mempengaruhi kematangan pola pikir dan
pandangan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas wawasan
berpikir dan semakin besar pula kemampuan berbisnis dan mengelola usaha (Thoha,
2000) dalam Pradita (2013: 9). Tingkat pendidikan yang rendah akan
mengakibatkan daya serap pelaku UMKM terhadap informasi dan pasar semakin
lamban, sehingga usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan produksi dan
pendapatan akan bergerak secara lamban pula. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi,
sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan, dan angsuran kreditnya akan lancar.
2)
Jumlah
Tanggungan Keluarga
Pengaruh jumlah
tanggungan keluarga dapat dilihat dari beberapa perspektif pandangan. Salah satunya
adalah pendapat dalam penelitian Grootaert (dalam Akyuwen dan Wijaya, 2010)
yang akan mengungkapkan bahwa setiap tambahan seorang kepala keluarga akan
meningkatkan belanja rumah tangga per kapita sebesar 1,5 persen. Jumlah
tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarganya) akan semakin meningkat
pula beban hidup yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan karena pengeluaran
konsumsi yang semakin besar. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan dalam
keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
sehingga sebagian besar dari jumlah pendapatan teralokasi untuk kebutuhan
tersebut, bukan untuk memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit.
3)
Pengalaman
Usaha
Lama usaha berkaitan
erat dengan pengalaman yang menunjang kegiatan usaha. Pengalaman usaha yang
semakin lama akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengelola usaha dan
menghindari risiko yang menyebabkan kegagalan. Pengalaman akan mempengaruhi
keterampilan dalam melaksanakan tugas juga membuat kerja lebih efisien. Dengan
pengalaman seseorang dapat mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, dan
mencari penyebab munculnya kesalahan tersebut.
Oleh sebab itu, lama
usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian
kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman
dan kemampuan mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang
digeluti. Keberhasilan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang
kemampuan pengembalian kredit secara lancar.
4)
Pendapatan
Usaha
Pendapatan
usaha adalah rata-rata pendapatan debitur per bulan dan dapat juga ditambah
dari penghasilan pasangan (join income) yang diperoleh dari pendapatan
usahanya yang diukur dalam rupiah. Pendapatan usaha yang tinggi memacu
seseorang untuk lebih giat lagi dalam mengembangkan usahanya. Pendapatan usaha
pada penelitian ini dihitung bulanan.
5)
Jumlah Pinjaman
Besarnya jumlah
pinjaman yang diberikan oleh pihak bank hingga batas maksimum tergantung dari
jumlah permintaan dan penilaian kemampuan pembayaran seorang debitur. Semakin
besar jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank maka semakin besar beban yang
harus ditanggung oleh debitur dalam pelunasannya sehingga pemberian jumlah
pinjaman yang besar menimbulkan risiko terhambatnya pengembalian kredit oleh
debitur.
6)
Jangka Waktu
Pengembalian
Jangka waktu pengembalian kredit
merupakan waktu jatuh tempo seorang debitur dalam membayar seluruh nilai
pinjaman yang diberikan termasuk di dalamnya pembayaran bunga pinjaman. Jangka
waktu pinjaman dapat mencerminkan besar kecilnya angsuran yang harus dibayar
debitur kepada bank setiap bulannya. Semakin lama jangka waktu pinjaman maka
angsuran bulannya relatif lebih ringan. Di sisi lain, semakin langka jangka
waktu pengembalian kredit ini akan menurunkan tingkat perputaran dana dan
likuiditas bank sehingga pihak bank akan melakukan pertimbangan penuh dalam
menentukan jangka waktu pengembalian tersebut.
2.8. Penelitian
Terdahulu
Penelitian terdahulu
merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu dan mempunyai kaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit pada Mikro yang digunakan sebagai acuan adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.2
Ringkasan
Penelitian Terdahulu
No.
|
Judul
Penelitian/Peneliti/Tahun
|
Metode
Penelitian
dan
Alat Analisis
|
Hasil
|
1.
|
ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PENGEMBALIAN KREDIT
PENGUSAHA KECIL
PADA PROGRAM
KEMITRAAN
(Studi Kasus: PT PLN
(Persero) Distribusi Jawa timur Area Malang) (2003)
|
Metode yang dilakukan
dalam penelitian tersebut adalah analisis deskriptif melalui crosstabulations
menggunakan software SPSS 13 dan analisis statistik melalui analisis model
regresi berganda
(multiple
regressions)
|
Faktor-faktor yang
berpengaruh berpengaruh nyata dalam pengembalian kredit yaitu variabel usia,
tingkat pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, penghasilan
diluar usaha, pengalaman usaha dan jumlah pinjaman tidak
berpengaruh terhadap
tingkat pengembalian kredit.
|
2.
|
PENGARUH KARAKTERISTIK DEBITUR UMKM
TERHADAP TINGKAT
PENGEMBALIAN KREDIT PUNDI BALI DWIPA
(Studi Kasus Nasabah Pada PT. Bank
Pembangunan Daerah
Bali Kantor Cabang Singaraja) (2010)
|
Data yang digunakan
adalah data sekunder. Analisis data yang akan dilakukan adalah Metode regresi
logistik Pengujian Signifikansi Model dan Parameter
|
Faktor-faktor yang
berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pengembalian kredit adalah jumlah tanggungan keluarga,
pendapatan, dan jangka waktu pengembalian.
|
3.
|
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU,
KARAKTERISTIK
USAHA, KARAKTERISTIK KREDIT TERHADAP
KEMAMPUAN
DEBITUR MEMBAYAR KREDIT PADA BPR JATIM
CABANG
PROBOLINGGO
(Studi Pada Nasabah
UMKM Kota Probolinggo) (2011)
|
Jenis data adalah data kuantitatif.
Sumber data adalah data sekunder. Metode Analisis Data yaitu Analisis
Deskripsi Responden dan Analisis Kuantitatif.
|
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
Tingkat pengembalian
Kupedes (lancar atau menunggak) adalah pendapatan usaha dan pengalaman.
|
4.
|
ANALISIS KARAKTERISTIK DEBITUR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN
KREDIT GUNA MENANGGULANGI TERJADINYA
NON PERFORMING LOAN (NPL)
(Studi kasus pada BRI Kantor Cabang
Pembantu Sukun Malang) (2013)
|
Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Alat analisis data menggunakan regresi
linear berganda.
|
Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata adalah Tingkat pendidikan, jumlah kredit, dan laba usaha.
|
Sumber
: Kumpulan berbagai jurnal dan skripsi yang diolah
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian
sebelumnya. Ada kesamaan terhadap variabel-variabel yang digunakan sebagai
variabel penelitian, yaitu variabel jumlah tanggungan keluarga, lama sekolah, pendapatan
usaha, pengalaman usaha, jumlah pinjaman, dan jangka waktu pengembalian. Selain
itu kesamaan juga terjadi pada alat analisis yang digunakan dalam
penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu menggunakan alat analisis regresi
logistik untuk menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran
pengembalian kredit pada serta
mengetahui hubungan keduanya.
2.9. Kerangka
Pemikiran
Pengembalian kredit bermasalah atau
menunggak akan merugikan pihak bank, untuk itu penelitian mengenai kelancaran
pengembalian kredit ini perlu dilaksanakan khususnya mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Menurut Pradita (2013: 6), faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengembalian kredit yaitu: lama sekolah, jumlah tanggungan
keluarga, pengalaman usaha, pendapatan, jumlah pinjaman, dan jangka waktu
pengembalian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini disajikan
dalam gambar berikut:
Gambar
2.1
Kerangka Pemikiran
2.10.
Hipotesis
Pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini, antara lain:
1) Pengaruh
Lama Sekolah (H1) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
Penelitian mengenai tingkat pendidikan,
berdasarkan penelitian Dwi Yanti Arinta (2013), Anggri Nastiti (2003), Luh Ikka
Widayanthi (2012), menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sedangkan menurut Dandy
Wahyu Bima Pradita (2013), menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit.
Menurut Marantika (2008: 61), pemerintah
mewajibkan warga Indonesia untuk menempuh wajib belajar selama 9 tahun.
Pendidikan minimal yang ditempuh adalah tingkat SMP, karena salah satu ukuran
kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan formal yang pernah diikuti atau
ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi
pula lama sekolah yang dibutuhkan. Semakin lama seseorang sekolah maka tingkat
kualitas sumber daya manusia orang tersebut untuk mengelola usahanya. Cara
berpikir dan bertingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh lamanya orang
tersebut bersekolah, sehingga lama sekolah berpengaruh positif terhadap
kelancaran pengembalian kredit..
H1 = Lama sekolah berpengaruh terhadap
kelancaran pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center Kabupaten Semarang
2) Pengaruh
Jumlah Tanggungan Keluarga (H2) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota
UKM Center Kabupaten Semarang
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yanti
Arinta (2013) menyimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh
signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sedangkan Anggri Nastiti
(2003), Dandy Wahyu Bima Pradita (2013), Luh Ikka Widayanthi (2012),
menyimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berpengaruh signifikan positif
terhadap kelancaran pengembalian kredit.
Menurut Muhammamah (2008: 51), semakin
banyak jumlah tanggungan keluarga debitur, maka semakin tinggi jumlah
pengeluarannya. Sehingga alokasi penghasilan yang akan digunakan untuk membayar
kredit pun akan menjadi berkurang. Hal tersebut menjadi dugaan bahwa jumlah
tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian
kredit.
H2 = Jumlah tanggungan keluarga
berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
3) Pengaruh
Pengalaman Usaha (H3) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
Penelitian yang dilakukan oleh Anggri
Nastiti (2003), Luh Ikka Widayanthi (2012), menyimpulkan bahwa pengalaman usaha
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yanti Arinta (2013) menyimpulkan
bahwa pengalaman usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap kelancaran
pengembalian kredit.
Menurut Marantika (2013: 63), semakin
banyak pengalaman usaha debitur maka kemungkinan keberhasilan dalam menjalankan
usahanya juga semakin besar, karena dengan pengalaman usaha yang lama akan
meningkatkan pemahaman dan kemampuan debitur untuk mengelola usahanya dengan
berhasil. Apabila usahanya berhasil maka memiliki peluang pendapatannya pun
akan bertambah. Dengan demikian, diduga pemilik UKM dengan pengalaman usaha
berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian Kredit pada .
H3 = Pengalaman usaha berpengaruh
terhadap kelancaran pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center Kabupaten
Semarang
4) Pengaruh
Pendapatan Usaha (H4) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
Penelitian mengenai pendapatan usaha,
penelitian yang dilakukan oleh Dandy Wahyu Bima Pradita (2013) menyimpulkan pendapatan
usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yanti Arinta (2013), Anggri
Nastiti (2003), Luh Ikka Widayanthi (2012) menyimpulkan bahwa variabel pendapatan
usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap kelancaran pengembalian
kredit.
Menurut Muhammamah (2008: 51), semakin
tinggi pendapatan usaha, maka semakin tinggi pula motivasi debitur dalam
meningkatkan usahanya. Sehingga hal tersebut menyebabkan penghasilan debitur
dapat mengalami peningkatan. Apabila penghasilan bertambah, maka penghasilan
yang dialokasikan untuk membayar kredit juga semakin meningkat. Pendapatan
usaha diduga memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit
pada .
H4 = Pendapatan usaha berpengaruh
terhadap kelancaran pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center Kabupaten
Semarang
5) Pengaruh
Jumlah Pinjaman (H5) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
Penelitian yang dilakukan oleh Dandy
Wahyu Bima Pradita (2013), Luh Ikka Widayanthi (2012) menyimpulkan bahwa jumlah
pinjaman tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Dwi Yanti Arinta (2013), Anggri Nastiti (2003) menyimpulkan bahwa variabel
jumlah pinjaman berpengaruh signifikan dan positif terhadap kelancaran
pengembalian kredit.
Menurut Marantika (2013: 62), besarnya
jumlah pinjaman yang diterima oleh debitur akan mempengaruhi produktivitas
debitur. Karena dengan jumlah pinjaman yang besar maka debitur mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Dengan meningkatnya produktivitas
tersebut, maka akan meningkatkan pendapatan debitur dan akan meningkatkan
kelancaran pengembalian kredit. Sehingga diduga jumlah pinjaman berpengaruh
positif terhadap kelancaran pengembalian kredit pada UKM.
H5 = Jumlah pinjaman berpengaruh
terhadap kelancaran pengembalian Kredit pada Anggota UKM Center Kabupaten
Semarang
6) Pengaruh
Jangka Waktu Pengembalian (H6) dengan Kelancaran Pengembalian Kredit pada Anggota
UKM Center Kabupaten Semarang
Penelitian yang dilakukan oleh Dandy
Wahyu Bima Pradita (2013), Dwi Yanti Arinta (2013) menyimpulkan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. Sedangkan Luh
Ikka Widayanthi (2012) menyimpulkan bahwa variabel jangka waktu pengembalian
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit.
Menurut Muhammamah (2008: 52), semakin
lama jangka waktu pengembalian maka tanggung jawabnya terhadap pengembalian
kredit semakin tinggi. Jangka waktu pengembalian juga menentukan kemampuan
seseorang dalam mengambil keputusan, semakin lama jangka waktu pengembalian
debitur maka semakin baik. Sehingga mampu mengelola usahanya lebih baik. Jangka
waktu pengembalian diduga memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian
kredit pada UKM.
H6 = Jangka waktu pengembalian
berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit pada Anggota UKM Center
Kabupaten Semarang
0 komentar:
Post a Comment